MIMPI TRIA – MASA SEKOLAH DASAR

            Di suatu malam yang dingin karena hujan yang terus turun dengan derasnya, saya berbaring di tempat tidur dan mencoba untuk terlelap. Ternyata, jiwa ini masih belum ingin tidur, segera saya bangun, mengambil laptop dan menyalakannya, lalu menulis kisah ini.
            Setelah beberapa saat, merasa pikiran fresh untuk menulis tentang cerita, ditemani secangkir kopi. Tubuh saya merasakan kehangatan di tengah tiupan angin dan hujan yang begitu deras. Saya pun kali ini akan menceritakan tentang mimpi – mimpi seorang gadis remaja dari mulai kecil hingga saat ini.
            Kadang, di umurnya yang menginjak setengah abad membuat perasaannya sering terombang – ambing dan tak menentu, merasa bingung dan tidak nyaman. Berharap kembali menjadi “anak kecil” dan nekat mewujudkan impian terdahulu. Jika dihitung hingga saat ini mimpi Tria mungkin sangatlah banyak dan tak satupun terwujud, lalu kemanakah mimpi – mimpi itu?
            Tria adalah seorang gadis yang lahir di keluarga yang sederhana. Ayah Tria dulunya adalah seorang Guru dan Ibunya adalah seorang seniman. Ibu punya mimpi untuk bisa membanggakan keluarganya dengan menyalurkan kemampuan seni-nya, Ibu sangat senang menari bahkan ibu kerap kali tampil di acara – acara penting mewakili sekolahnya hingga akhirnya bisa membuka les seni sendiri. Tapi, setelah menikah dengan Ayah, Ibu berhenti mengajar dan menutup tempat lesnya karna dilarang Ayah. Begitulah Ibu sangat menjunjung tinggi norma jika wanita harus selalu menuruti suaminya jika sudah menikah, maka Ibu merelakan mimpi besarnya dan mengikuti Ayah untuk berwirausaha.
            Ayah memang pintar, makanya dia menjadi guru dahulu. Namun Ayah memilih menjadi wirausaha kemudian dengan alasan saat itu orang yang berwirausaha dapat menghasilkan uang lebih banyak tanpa berfikir lebih jauh lagi tentang hal itu, Ayah juga berhenti sebagai Guru di SMK. Beberapa hal yang Ayah selalu terapkan hingga sekarang, bahwa apapun keputusan yang diambil untuk masa depan Tria harus didiskusikan lebih dulu dengan Ayah dan semua hal yang dilakukan saat ini pun atas arahan Ayah karna dia tidak mau aku tersesat dan menyesal akhirnya seperti beliau.
            Saat Tria masih kecil, Ayahnya masih menjadi guru dan membuka toko kecil – kecilan yang cukup jauh dari rumah tempat tinggalnya bersama teman dan Ibu. Usahanya cukup ramai sehingga Tria dititipkan pada Nenek dan Kakek dari Ibunya, disitulah Tria tinggal dan menjadi cucu pertama kesayangan. Tria kecil menjadi anak yang manja dan berlimpah kasih sayang dari keluarga sekitarnya (itulah yang dia rasakan dulu), walau Ayah dan Ibunya hanya pulang saat dirinya sudah terlelap dan pergi lagi saat pagi buta, selalu ada Nenek dan Kakek yang mengajaknya bermain juga lingkungan rumahnya dikelilingi dengan saudara yang sayang padanya.
            Tria merasa hidupnya baik – baik saja, hingga dia beranjak besar dan masuk sekolah. Dia mulai menyadari sikap keluarganya yang over protektif. Dia tidak diperbolehkan bermain jauh dari rumah atau lebih tepatnya dia hanya bisa main satu atau dua rumah di depan, waktu Tria dihabiskan untuk bermain dengan boneka beruangnya di depan kaca. Tria sebenarnya suka bergaul dengan orang lain, tapi Kakek melarangnya karena dia pikir bermain di luar berbahaya baginya. Begitupun kehidupan Sekolah Dasarnya, Tria tidak punya banyak teman karna di cap sebagai anak nenek yang selalu ditunggui dari pagi hingga siang dan tidak boleh bermain dengan teman – temannya.
            Tria kesepian, dia merasa hidupnya sendirian. Namun ada seseorang yang menjadi sahabat terbaiknya, sepupunya yang berjarak 5 rumah dari tempat Nenek Tria adalah orang yang paling bisa dipercaya keluarga. Mereka membiarkan Tria setidaknya bermain dengannya di rumahnya walau dengan penjagaan ketat, sehingga terkadang dia punya teman untuk dijadikan sandaran. Tapi kehidupan tidak semulus itu, di sekolah anak – anak mereka membentuk geng dan sepupu Tria menjadi bagian dalam suatu geng dimana itu berisi anak – anak pintar dan Tria tidak berada di dalamnya. Tria bukan anak yang pintar, dia tak pernah belajar lagi sejak kelas 2 Sekolah Dasar, karna Nenek dan Kakek Tria tidak menginginkan dia terlalu belajar keras dan bermain saja. Akhirnya Tria menjadi anak yang ekstrovet, dia selalu sendirian di kamarnya dan berbicara pada dirinya yang di cermin. Setidaknya Tria merasa bayangannya itu adalah satu – satunya sahabat yang selalu ada dengannya, kamu pikir dia gila? Tidak, dia hanya kesepian.
            Tria kecil tak pernah bermain permainan di luar, padahal dia ingin sekali bermain petak umpet, berlari dan kegiatan lainnya. Dia hanya bisa menatap di jendela melihat teman – teman seusianya bermain dan tertawa sedangkan dia hingga dewasa tak tau apa jenis permainan seperti itu. Keinginan Tria itu sederhana, bermain seperti anak seusianya namun Kakek melarangny dengan alasan keselamatan. Pernah satu kali dia terjatuh kala nekat bermain, setelahnya Kakek jadi lebih possessive lagi.
            Salah seorang Om Tria adalah seorang pianis, dia mahir sekali memainkannya dan sering main di beberapa acara bahkan membuka  semacam les di rumah untuk mencari penyanyi. Tria kecil sering bermain ke tempat itu, melihatnya bermain piano dan merasa bahagia tanpa alasan. Om malah menyuruh Tria berlatih menyanyi untuk beberapa saat, namun Tria bosan dan tidak suka dengan hal itu. Tria berharap bisa memainkan piano namun semua hanya impian karna Tria bahkan tak boleh memaninkannya.
            Kakek bilang Tria adalah anak manis dan penurut kepada orang tua dan dia hanya ingin Tria menjadi anak yang baik dewasa nanti. Apapun keinginan Tria selalu dituruti Kakek jika itu tidak berhubungan dengan bermain keluar misalnya, jika hanya makanan atau mainan pasti akan langsung dibelikannya tanpa pikir panjang. Tapi Tria merasa tidak bahagia, dia bahkan ingin cepat dewasa jika melihat tantenya yang hidup bebas tanpa dilarang Kakek. Tria benci dengan hidupnya dan dia kadang melakukan hal yang nekat, bahkan mengiris tangannya dengan pisau, setelahnya dia hanya tertawa dan kemudian menangis. Kakek kaget dan langsung mengobati luka Tria, dia memarahinya seharian dan Tria bahkan tidak berhenti menangis hingga akhirnya dia teridur.
            Tria senang sekali jika saat berangkat dan pulang sekolah tiba karna dia bisa bertemu dengan Polwan di depan sekolahnya. Polwan itu selalu menyapa Tria “Pagi cantik, sudah sarapan?Selamat belajar” dan membuat pagi tria menjadi cerah dan bahagia. Karena hal itu Tria ingin sekali menjadi Polwan, rasanya keren menjadi wanita yang kuat dan ramah kepada anak – anak. Dia cape pasti tapi dia tetap tersenyum, ah keren sekali itu. Maka selama Sekolah Dasar, jika ditanya mimpi Tria apa, dia akan menjawab dengan percaya diri “Jadi polwan bu guru”. Kemudian Ibu akan tersenyum dan bilang “Bagus Tria, kamu pasti jadi polwan yang baik suatu hari nanti” J.
            Dari itu Tria terus bermipi bisa menjadi Polwan hingga Sekolah Menengah Pertama. Tria kecil sudah beranjak remaja, tapi keluarganya masih sama bahkan tidak menjadi lebih baik….


Next Chapter masa Sekolah Menengah Pertama Tria coming soon J

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review ONOKABE ALAM SUTERA

Department Dinner 2018 - Shabu Hachi Bintaro (content full of drama)

Bakso Sumsum Cak Hadi Malang